Labels

Jumat, 28 Oktober 2011

Menjaga Budaya Lokal Dalam Adaptasi

           Sebuah bangsa yang besar selalu menghargai sejarah dan mempunyai kebudayaan yang tinggi. Mungkin kalimat ini sering kita dengar sehari-hari, namun sebenarnya arti dari kalimat tersebut sangat luas dan dalam. Sejarah merupakan acuan dan pengalaman untuk mengembangkan sebuah bangsa untuk berkembang dari cerita masa lalu. Sejarah juga merupakan pembangun kebudayaan yang efektif. Jika sebuah bangsa tidak dapat menjaga atau bahkan tidak mengenal budayanya sendiri maka dapat dikatakan bangsa tersebut telah kehilangan jati diri. Kondisi inilah yang akan dialami Indonesia jika tidak ada langka proaktif dari semua pihak.
Untuk mempertahankan sebuah budaya, diperlukan sosialisasi dan semangat untuk menjaganya. Salah satu contohnya adalah kampanye cinta batik yang dilakukan oleh sebagian masyarakat dan kemudian oleh pemerintah. Walaupun sempat diklaim oleh negara lain, pada akhirnya dunia mengakui bahwa batik adalah budaya Indonesia.
Satu lagi contoh adalah sistem operasi open source BlankOn yang memberikan tampilan antar muka yang kental dengan unsur Indonesia. Salah satu fitur yang cukup menarik bagi saya metode input “aksara nusantara”. Metode penulisan ini mendukung fitur penulisan aksara asli Indonesia seperti aksara Jawa, Bali, Batak Toba, Bugis, Rejang, dan Sunda.
Budaya lokal berubah sesuai jaman? Pertanyaan ini sering menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Bagi pihak yang kontra, menjaga budaya harus diartikan sebagai menjaga budaya secara asli turun temurun tanpa ada perubahan di semua aspek. Sedangkan bagi yang pro, untuk bertahan hidup, budaya itu harus beradaptasi tanpa harus menghilangkan esensi dari budaya tersebut. Bukankah budaya itu selalu berkembang?
salah satu adegan di pertunjukan THR
Beberapa bulan lalu, saya iseng untuk melihat pergelaran ludruk di Taman Hiburan Rakyat (THR) Surabaya. Ketika saya berniat untuk melihat pertunjukan tersebut, terbersit pikiran bahwa ludruk akan membosankan dan sepi pengunjung. Ternyata pikiran saya salah, penonton yang datang sekitar 70% memenuhi kursi yang telah disediakan walaupun dapat terlihat bahwa yang datang telah berusia 45 tahun ke atas. Hal lain yang membuat saya tertarik adalah penggunaan efek-efek panggung yang lebih modern dibandingkan saya kecil dulu. Pergelaran ludruk tersebut sekarang telah menggunakan efek-efek panggung yang lumayan modern seperti memakai efek lampu, api, petasan dan overhead projector (OHP).Titik adaptasi lainnya adalah meningkatkan proporsi humor di dalam ludruk. Di dalam ludruk saat ini memang beradaptasi dengan meningkatkan humor-humor yang ditampilkan. Namun perubahan ini tidak merubah inti cerita dan pakem ludruk itu sendiri. Sehingga penonton pun merasa betah untuk menikmati pertunjukan hingga akhir.



           
Pada akhirnya, untuk menjaga kearifan budaya lokal memang diperlukan kesadaran diri dari masyarakat itu sendiri dan tidak perlu menunggu pemerintah untuk bertindak. Tanamkan rasa cinta pada budaya lokal karena hampir semua budaya Indonesia mempunyai arti dan pesan yang sungguh baik untuk kita. Sebagai manusia modern kita juga tidak bisa memungkiri bahwa kita memerlukan globalisasi untuk meningkatkan kualitas diri dan bangsa untuk tetap unggul. Namun penerimaan globalisasi tersebut seharusnya bukan alasan untuk tidak mencintai budaya lokal dan lebih menikmati budaya asing. Beradaptasilah budaya Indonesia tanpa menghilangkan jati dirimu untuk tetap jaya.